Sunday, 28 October 2012

Pengertian Karya Ilmiah dan Kerangkanya


Rahmah Putri Ayu Andini
25210559
3EB17

PENGERTIAN KARYA ILMIAH

Pengertian Karya Ilmiah Menurut Eko Susilo, M. 1995:11
Suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya.

Menutut Jones ( 1960 ) karangan ilmiah dibagi menjadi dua,diantaranya ;
  1. Karangan ilmiah yang ditujukan kepada masyarakat tertentu ( profesional ) yang biasanya bersifat karya ilmia tinggi yang disebut dengan istilah karya ilmiah.
  2. Karangan ilmiah yng ditujukan kepada masyarakat umum yang disebut dengan istilah karangan ilmiah populer.
Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, disajikan secara objektif dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta, teori, dan atau bukti-bukti empirik.
Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium ,  artikel jurnal,  yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Karya ilmiah dapat berfungsi sebagai rujukan, untuk meningkatkan wawasan, serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan.

TUJUAN KARYA ILMIAH
  1. Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan metodologis.
  2. Menumbuhkan etos ilmiah di kalangan mahasiswa, sehingga tidak hanya menjadi konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga mampu menjadi penghasil (produsen) pemikiran dan karya tulis dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama setelah penyelesaian studinya.
  3. Karya ilmiah yang telah ditulis itu diharapkan menjadi wahana transformasi pengetahuan antara sekolah dengan masyarakat, atau orang-orang yang berminat membacanya.
  4. Membuktikan potensi dan wawasan ilmiah yang dimiliki mahasiswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam bentuk karya ilmiah setelah yang bersangkutan memperoleh pengetahuan dan pendidikan dari jurusannya.
  5. Melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.

MANFAAT KARYA ILMIAH
Manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut:
  • Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif;
  • Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber;
  • Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan;
  • Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis;
  • Memperoleh kepuasan intelektual;
  • Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan;
  • Sebagai bahan acuan/penelitian pendahuluan untuk penelitian selanjutnya

CIRI – CIRI KARYA ILMIAH
Dalam karya ilmiah ada 4 aspek yang menjadi karakteristik utamanya, yaitu :
a)      Struktur sajian
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal (pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari beberapa bab atau subtopik. Bagian penutup merupakan simpulan pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang tindak lanjut gagasan tersebut.
b)      Komponen dan substansi
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.
c)      Sikap penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan gaya bahasa impersonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.
d)     Penggunaan bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.

JENIS – JENIS KARYA ILMIAH
Adapun jenis – jenis karya ilmiah, yaitu :

1.      Skripsi adalah karya tulis (ilmiah) mahasiswa untuk melengkapi syarat mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi ditulis berdasarkan pendapat (teori) orang lain. Pendapat tersebut didukung data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan penelitian langsung; observasi lapanagn atau penelitian di laboratorium, atau studi kepustakaan. Skripsi menuntut kecermatan metodologis hingga menggaransi ke arah sumbangan material berupa penemuan baru.

2.      Tesis
Tesis adalah jenis karya ilmiah yang bobot ilmiahnya lebih dalam dan tajam dibandingkan skripsi. Ditulis untuk menyelesaikan pendidikan pascasarjana. Dalam penulisannya dituntut kemampuan dalam menggunakan istilah tehnis; dari istilah sampai tabel, dari abstrak sampai bibliografi. Artinya, kemampuan mandiri —sekalipun dipandu dosen pembimbing— menjadi hal sangat mendasar. Sekalipun pada dasarnya sama dengan skripsi, tesis lebih dalam, tajam, dan dilakukan mandiri.

3.      Disertasi
Disertasi ditulis berdasarkan penemuan (keilmuan) orisinil dimana penulis mengemukan dalil yang dibuktikan berdasarkan data dan fakta valid dengan analisis terinci. Disertasi memuat penemuan-penemuan baru, pandangan baru yang filosofis, tehnik atau metode baru tentang sesuatu sebagai cerminan pengembangan ilmu yang dikaji dalam taraf yang tinggi.

SIKAP ILMIAH
Dalam penulisan karya ilmiah ada 7 sikap ilmiah yang merupakan sikap yang harus ada. Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1.      Sikap ingin tahu. Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya.
2.      Sikap kritis. Sikap kritis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
3.      Sikap terbuka. Sikap terbuka ini terlihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.
4.      Sikap objektif. Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
5.      Sikap rela menghargai karya orang lain. Sikap menghargai karya orang lain ini terlihat pada kebiasaan menyebutkan sumber secara jelas sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang lain.
6.      Sikap berani mempertahankan kebenaran. Sikap ini menampak pada ketegaran membela fakta dan hasil temuan lapangan atau pengembangan walapun bertentangan atau tidak sesuai dengan teori atau dalil yang ada.
7.      Sikap menjangkau ke depan. Sikap ini dibuktikan dengan selalu ingin membuktikan hipotesis yang disusunnya demi pengembangan bidang ilmunya.

KERANGKA DAN TATA CARA PENULISAN KARYA ILMIAH

Bab I Pendahuluan

Paparan tentang apa yang menjadi masalah dengan latar belakangnya
  1. Latar belakang : diskripsi masalah, data awal yang mendukung adanya masalah dan akar timbulnya masalah. Mengapa dan apa yang mendorong peneliti memilih topik penelitian ini.
  2. Rumuskan masalah secara jelas, singkat, termasuk konsep-konsep yang digunakan, masalah dibatasi, bagian mana yang digarap, mengapa bagian itu yang diambil, dan gambarkan pentingnya masalah: sumbangannya terhadap perkembangan ilmu, kegunaan praktis (bila ada), hubungan dengan penelitian lain Kegunaan yang lebih umum.
  3. Tujuan penelitian
  4. Manfaat penelitian

Bab II Landasan teori
Paparan tentang kerangka acuan atau objek yang sudah digunakan dalam memecahkan masalah. Gambarkan konsep-konsep yang digunakan, pendekatan yang digunakan, gambarkan teori-teori yang pernah ada yang berkaitan dengan masalah yang digarap, mengemukakan asumsi-asumsi dasar sebagai landasan berpikir, dan kemukakan hipotesis bila ada. Umumnya dikemukakan dalam bagian kerangka teoritis atau landasan teori atau teori.

Bab III Metode Penelitian
Paparan mengenai apa yang dilakukan dalam suatu penelitian (langkah-langkah) yang dilakukan sebelum melakukan suatu penelitian dan dikemas dalam bagian metode penelitian.

Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan
Jawaban terhadap pertanyaan apa yang dikemukakan umumnya dikemukakan dalam bagian temuan atau hasil. Hasil-hasil penelitian harus mampu berfungsi sebagai alat pembuktian.

Bab V Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan, sebagai pernyataan singkat yang mengungkapkan hasil penyelidikan secara menyeluruh. Saran, sebagai pernyataan yang bertujuan untuk penyempurnaan hasil akhir penyelidikan.

Kesimpulan memuat hasil sesuai dengan tujuan penelitian, penulis harus dapat menjelaskan kepentingan akan temuannya, bukan merupakan pengulangan yang telah dibahas pada bagian pembahasan, harus menceritakan pada pembaca mengapa temuan ini penting, dan bagaimana temuan ini berkontribusikan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penelitian apa yang harus dilakukan kemudian.


Bab VI Abstrak

Abstrak adalah suatu bagian uraian yang sangat singkat, jarang lebih panjang dari enam atau delapan baris, bertujuan untuk menerangkan kepada pembaca-pembaca aspek-aspek mana yang tercakup dalam se-buah uraian tanpa berusaha mengatakan apa yang dibicarakan me¬ngenai aspek-aspek itu.

Bab VII Referensi : kutipan, catatan kaki, dan daftar pustaka

Kutipan. Pembuatan skripsi dan karya ilmiah mengharuskan para penulis mencari sumber informasi ilmiah yang diperlukan untuk penulisan tersebut. Pengetahuan ilmiah yang dikutip dari seseorang dipergunakan untuk berbagai tujuan sesuai dengan argumentasi yang diajukan, misalnya untuk mendukung pernyataan penulis atau mendefinisikan sesuatu. Kutipan-kutipan tersebut dapat berbentuk "kutipan langsung" atau "kutipan tidak langsung". Kutipan langsung yang pendek dimasukkan dalam teks atau tubuh skripsi dengan menggunakan tanda kutip
Catatan kaki atau notasi ilmiah cukup penting untuk diperhatikan dalam menulis karya ilmiah. Notasi ilmiah adalah catatan pendek untuk mengetahui sumber informsi ihniah yang dikutip dalam suatu karya ilmiah. Karena catatan tersebut diletakkan di bagian bawah halaman maka sering disebut catatan kaki atau footnote. Catatan kaki tidak hanya digunakan untuk mengetahui dan mendalami sumber informasi tetapi juga untuk memberikan catatan tambahan tentang suatu informasi dalam penulisan ilmiah tanpa mengganggu keseluruhan penulisan tersebut. catatan kaki mencakup: (1) nama penulis, (2) judul tulisan, (3) tempat pener-bitan, (4) nama penerbit, (5) tahun penerbitan, (6) halaman yang dikutip.

Daftar pustaka dapat berupa buku, jurnal, majalah, media masa, kertas kerja, ensiklopedi, internet, dan bahan penerbitan lain (termasuk komunikasi pribadi). Fungsi daftar pustaka: (a) Sebagai alat untuk melihat kembali sumber asli oleh ilmuwan lain, sehingga ilmuwan lain dapat melihat benar atau tidaknya pengutipan pernyataan di dalam bahan pustaka yang digunakan atau bahkan dapat digunakan sebagai alat untuk melihat perkembangan ilmu. (b) Untuk mengetahui lebih jauh tentang sumber acuan yang terdapat dalam sebuah catatan kaki. (c) Untuk melihat cakupan keilmuan seluruh isi tulisan ilmiah sebagai indikator mutu isinya, dengan catatan bahwa semakin terspesialisasi bahan pustaka yang digunakan maka semakin tinggi nilai tulisan ilmiah. (d) Untuk mengetahui dampak ilmiah dari tulisan ilmiah.

Tata aturan penulisan daftar pustaka: (a) Penulisan daftar pustaka disusun secara alfabetis, dari A -Z, dengan patokan pada huruf pertama dari nama keluarga atau marga penulis. (b) Penulisan nama orang Indonesia yang lebih dari satu kata, adalah kata kedua dianggap sebagai nama keluarga dengan disertai tanda-baca koma (,) diikuti singkatan kata pertama dan diakhiri dengan tanda titik (.). (Catatan: apabila suatu bahan pustaka tidak terinformasi penulisnya, maka nama penulis tidak boleh ditulis dengan Anonim). (c) Setelah nama pengarang, berikutnya ditulis tahun penerbitan bahan pustaka dan diakhiri dengan tanda titik. (d) Setelah tahun terbit bahan pustaka, berikutnya ditulis judul bahan pustaka yang diketik miring diakhiri dengan tanda titik (.). (e) Setelah nama bahan pustaka, selanjutnya ditulis (1) nama penerbit untuk bahan pustaka berupa buku, dan (2) nama jurnal beserta volume, nomor, tahun terbit, dan halaman bahan pustaka yang dibaca untuk artikel ilmiah yang diterbitkan dalam bentuk jurnal. (f) Bagian terakhir adalah nama kota dari alamat penerbit untuk bahan pustaka berupa buku. (g) Apabila nama penulis dari bahan pustaka yang dirujuk lebih dari satu, maka penulis ke-2 dan ke-3 urutan kata namanya tetap seperti nama aslinya hanya kata pertama dan/atau kedua disingkat.

Sumber (berupa tautan langsung ke site sumber):

Penalaran Deduktif


Rahmah Putri Ayu Andini
25210559
3EB17

Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.

Pengertian Premis Mayor dan Premis Minor

Premis mayor adalah pernyataan umum, sementara premis minor artinya pernyataan khusus. Proses itu dikenal dengan istilah silogisme. Silogisme merupakan proses penalaran di mana dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa konklusi). Misalnya : "Semua orang akhirnya akan mati" (premis mayor). Hasan adalah orang (premis minor). Oleh karena itu, "Hasan akhirnya juga akan mati" (kesimpulan). Jadi, berfikir deduktif adalah berfikir dari yang umum ke yang khusus. Dari yang abstrak ke yang konkrit. Dari teori ke fakta-fakta.

Jenis Penalaran Deduktif

Jenis penalaran deduktif yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu:

1.      Silogisme Kategorial
 Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Silogisme kategorial disusun berdasarkan
klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya Menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.

Contoh :
Premis Mayor : Tidak ada manusia yang abadi
Premis Minor : Socrates adalah manusia
Kesimpulan : Socrates tidak abadi

Kaedah- kaedah dalam silogisme kategorial adalah :
1. Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu : term mayor, term minor, term penengah.
2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan
3. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negative.
5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
7. Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
8. Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.

2.      Silogisme Hipotesis
 Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Menurut Parera (1991: 131) Silogisme hipotesis terdiri atas premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Akan tetapi premis mayor bersifat hipotesis atau pengadaian dengan jika … konklusi tertentu itu terjadi, maka kondisi yang lain akan menyusul terjadi. Premis minor menyatakan kondisi pertama terjadi atau tidak terjadi. 

Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotesis:
a.        Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
b.       Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
c.        Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul. Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa, Jadi kegelisahan tidak akan timbul. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah.
 Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.

Kaedah- kaedah Silogisme Hipotesis

Mengambil konklusi dari silogisme hipotesis jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting di sini adalah menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.

Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana

Contoh :
a) Premis Mayor: Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal
Premis Minor: Hujan tidak turun
Konklusi : Sebab itu panen akan gagal.
b) Premis Mayor : Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
Premis Minor : Air tidak ada.
Kesimpulan : Manusia akan kehausan.

3.      Silogisme Alternatif :
 Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif
yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain. Proposisi minornya adalah proposisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi tergantung dari premis minornya.

Silogisme ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas. Silogisme disyungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif, seperti:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus
Jadi, la bukan tidak lulus

Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti:
Resya di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi, di pasar

Silogisme disyungtif dalam arti sempit maupun arti iuas mempunyai dua tipe yaitu:
1. Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui alternatif yang lain.
2. Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain.

Kaedah-kaedah silogisme alternatif :
1. Silogisme disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid
2. Silogisme disyungtif dalam arti luas, kebenaran koi adalah sebagai berikut:

a. Bila premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar)

Contoh :
Rizki menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi bukan pelaut
Rizki menjadi guru atau pelaut.
la adalah pelaut.
Jadi bukan guru

b. Bila premis minor mengingkari salah satu a konklusinya tidak sah (salah)

Contoh :
Penjahat itu lari ke Surabaya atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Surabaya. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).
Rifki menjadi guru atau pelaut.
Ternyata ia bukan pelaut.
Jadi ia guru. (Bisa jadi ia seorang pedagang)

Contoh :
Premis Mayor : Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Premis Minor : Nenek Sumi berada di Bandung.
Kesimpulan : Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.

4.      Entimen

 Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun
tulisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan.
Entimen atau Enthymeme berasal dari bahasa Yunani “en” artinya di dalam dan “thymos” artinya pikiran adalah sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan dalam sebuah entimem, penghilangan bagian dari argumen karena diasumsikan dalam penggunaan yang lebih luas, istilah "enthymeme" kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan argumen yang tidak lengkap dari bentuk selain silogisme.

Menurut Aristoteles yang ditulis dalam Retorika, sebuah "retorik silogisme" adalah bertujuan untuk pembujukan yang berdasarkan kemungkinan komunikan berpendapat sedangkan teknik bertujuan untuk pada demonstrasi. Kata lainnya, entimem merupakan silogisme yang diperpendek.

Contoh :
Rumus Entimen:
PU : Semua A = B : Pegawai yang baik tidak pernah datang terlambat.
PK : Nyoman pegawai yang baik.
S : Nyoman tidak pernah datang terlambat
Entimen : Nyoman tidak pernah datang terlambat karena ia pegawai yang baik

Beberapa ciri utama dari penalaran deduktif, yaitu :
1. Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
2. Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.


Tuesday, 3 July 2012

Pelanggaran Hak Cipta


Rahmah Putri Ayu Andini
25210559
2EB17


Contoh Kasus Pelanggaran Hak Cipta:

PT.A adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang rekayasa genetika, berlangganan jurnal - jurnal asing dengan tujuan menyediakan fasilitas referensi kepada para penelitinya. Kebijakan PT.A tersebut berkaitan dengan research and development (R&D) yang di lakukan oleh PT.A untuk memperoleh produk-produk yang unggul.

Salah satu jurnal asing tersebut adalah science and technology yang di terbitkan oleh PT B. PT.B adalah penerbit asing yang ada di indonesia diwakili oleh agen penjualan khusus. Untuk mempermudah penggunaan referensi tersebut, para peneliti memperbanyak / menggandakan artikel-artikel dalam science dan technology dan membuat dokumentasi berdasarkan topik topik tertentu. PT.B mengetahui perbanyakan yang di lakukan oleh para peneliti PT.A dan PT.B berpendapat bahwa perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT.A telah melanggar hak cipta.

  • PT. A adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan referensi untuk para penelitinya untuk pengembangan pendidikan.
  • PT. B adalah perusahaan yang memuat ilmu pengetahuan yang bisa di jadikan refrensi ilmu pengetahuan.
  • PT. B adalah perusahaan asing yang ada di indonesia hanya di wakili oleh agen penjualan khusus
bagaimana pendapat saudara terhadap kasus di atas yang hubungannya dengan ada tidaknya pelanggaran Hak Cipta?

PENDAPAT:

PT. A yang bergerak dalam penyediaan referensi, mungkin memang sudah menjadi tugasnya untuk mengunggah atau memberikan bantuan berupa informasi data bagi para peneliti, termasuk data dari PT. B. 

Tidak akan menjadi kasus pelanggaran hak cipta, bila PT. A mencantumkan sumber asal data tersebut. Karena secara tidak langsung PT.A masih menghormati karya cipta dari PT. B. Kecuali PT. B dalam tulisannya menyebutkan atau melarang untuk memperbanyak tulisan yang bersangkutan kecuali atas izin dari PT. B sendiri. 

Tapi, jika PT. B merasa karyanya diperbanyak tanpa mendapat izin dari penciptanya, PT. B bisa menggugat PT. A atas tuduhan pelanggaran hak cipta. 

Di era dengan kecanggihan teknologi seperti sekarang ini, semua data dapat diakses dengan mudah. Maka itu, sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan berdaulat hukum, sudah sewajibnya kita menjadikan undang-undang sebagai pedoman. Sanksi akan di terima oleh PT. A jika pihak pengadilan menyatakan bahwa PT. A memang melanggar hak cipta dari PT. B.

Sunday, 1 April 2012

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: Buku Ketiga

Rahmah Putri Ayu Andini (25210559) (2EB17)


KUHP BUKU III
Bab I - Perikatan pada umumnya
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum
1233. Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. (KUHPerd. 1313 dst., 1352; Rv. 102.)
1234. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. (KUHPerd. 1235 dst., 1239 dst., 1314.)
Bagian 2
Perikatan untuk memberikan sesuatu
1235. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, termaktub kewajiban untuk menyerahkan barang yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat penyerahan. Luas tidaknya kewajiban yang terakhir ini tergantung pada persetujuan tertentu; akibatnya akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan. (KUHPerd. 105, 385, 612 dst., 784, 1033, 1157, 1356, 1444 dst., 1474 dst., 1482, 1550-1?, 1560-1?, 1706 dst., 1715, 1744, 1801.)
1236. Debitur wajib memberi ganti biaya, kerugian dan bunga kepada kreditur bila ia menjadikan dirinya tidak mampu untuk menyerahkan barang itu atau tidak merawatnya sebaik-baiknya untuk menyelamatkannya. (KUHPerd. 1235, 1243 dst., 1264, 1275, 1391, 1444, 1480.)
1237. Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya. (KUHPerd. 1264, 1275, 1391, 1444, 1460, 1481 dst., 1545, 1553, 1605, 1648, 1708, 1745 dst.)
1238. Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. (KUHPerd. 391, 413, 579, 1243, 1362, 1626, 1805, 1979; Rv. 1 dst.)
Bagian 3
Perikatan untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbaut sesuatu
1239. Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya. (KUHPerd. 1241, 1243 dst., 1277, 1365 dst., 1383; Rv. 580 dst., 606a dst., 765; IR. 222.)
1240. Walaupun demikian, kreditur berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang dilakukan secara bertentangan dengan perikatan dan ia dapat minta kuasa dari hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatu yang telah dibuat itu atas tanggungan debitur; hal ini tidak mengurangi hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1239, 1241, 1243, 1365.)
1241. Bila perikatan itu tidak dilaksanakan, kreditur juga boleh dikuasakan untuk melaksanakan sendiri perikatan itu atas biaya debitur. (KUHPerd. 1239 dst.)
1242. Jika perikatan itu bertujuan untuk tidak berbuat sesuatu, maka pihak mana pun yang berbuat bertentangan dengan perikatan itu, karena pelanggaran itu saja, diwajibkan untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 641, 1243, 1245.)
Bagian 4
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya sesuatu perikatan
1243. Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. (KUHPerd. 1236, 1238, 1239 dst., 1246 dst., 1249 dst., 1304, 1307, 1365 dst., 1480; Rv. 607 dst.)
1244. Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya. (KUHPerd. 1444, 1865.)
1245. Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.
1246. Biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian dan perubahan yang disebut di bawah ini. (KUHPerd. 58, 1603.)
1247. Debitur hanya diwajibkan mengganti biaya, kerugian dan bunga, yang diharap atau sedianya dapat diduga pada waktu perikatan diadakan, kecuali jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu-daya yang dilakukannya. (KUHPerd. 1328.)
1248. Bahkan jika tidak terpenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipu-daya debitur, maka penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang menyebabkan kreditur menderita kerugian dan kehilangan keuntungan, hanya mencakup hal-hal yang menjadi akibat langsung dari tidak dilaksanakannya perikatan itu.
1249. Jika dalam suatu perikatan ditentukan, bahwa pihak yang lalai memenuhinya harus membayar suatu jumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian, maka kepada pihak yang lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih ataupun yang kurang dari jumlah itu. (KUHPerd. 1307 dst.)
1250. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dalam perikatan yang hanya berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang timbul karena keterlambatan pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang, tanpa mengurangi berlakunya peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu wajib dibayar, tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian oleh kreditur. Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka pengadilan, kecuali bila undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum. (KUHPerd. 391, 413, 797 dst., 1098, 1216, 1286, 1362, 1515, 1626, 1805, 1810, 1839; KUHD 147, 680, 721; S. 1848-22 jo. 1849-63.)
1251. Bunga uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu permohonan di muka pengadilan, maupun karena suatu persetujuan yang khusus, asal saja permintaan atau persetujuan tersebut adalah mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu tahun. (KUHPerd. 1252.)
1252. Walaupun demikian, penghasilan yang dapat ditagih, seperti uang upah tanah dan uang sewa lain, bunga abadi atau bunga sepanjang hidup seseorang, menghasilkan bunga mulai hari dilakukan penuntutan atau dibuat persetujuan. Peraturan yang sama berlaku terhadap pengembalian hasil-hasil sewa dan bunga yang dibayar oleh seorang pihak ketiga kepada kreditur untuk pembebasan debitur. (KUHPerd. 502, 1770 dst., 1775.)



Bab II - Perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan

Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum
1313. Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. (KUHPerd. 1233 dst.)
1314. Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan. Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Suatu persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. (KUHPerd. 1234, 1666.)
1315. Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. (KUHPerd. 1316, 1340, 1357, 1382 dst., 1645, 1655, 1792, 1820.)
1316. Seseorang boleh menanggung seorang pihak ketiga dan menjanjikan bahwa pihak ketiga ini akan berbuat sesuatu; tetapi hal ini tidak mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau orang yang berjanji itu jika pihak ketiga tersebut menolak untuk memenuhi perjanjian itu. (KUHPerd. 1338, 1645, 1823, 1873.)
Bagian 2
Syarat-syarat terjadinya suatu persetujuan yang sah
1320. Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: 1?. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; (KUHPerd. 28, 1312 dst.) 2?. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (KUHPerd. 1329 dst.) 3?. suatu pokok persoalan tertentu; (KUHPerd. 1332 dst.) 4?. suatu sebab yang tidak terlarang. (KUHPerd. 1335 dst.)
1321. Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. (KUHPerd. 893, 1449, 1452, 1454, 1456, 1859, 1926.)
Bagian 3
Akibat persetujuan
1338. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. (KUHPerd. 751, 1066, 1243 dst., 1266 dst., 1335 dst., 1363, 1603, 1611, 1646-3?, 1688, 1813.)
1339. Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang. (AB. 15; KUHPerd. 1347 dst., 1482, 1492, 1800 dst., 1817, 1819.)
Bagian 4
Penafsiran persetujuan
1342. Jika kata-kata suatu persetujuan jelas, tidak diperkenankan menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran. (KUHPerd. 855.)
1343. Jika kata-kata suatu persetujuan dapat diberi berbagai tafsiran, maka lebih baik diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat persetujuan itu, daripada dipegang teguh arti kata menurut huruf. (KUHPerd. 886, 1257. 1473, 1855.)
1344. Jika suatu janji dapat diberi dua arti, maka janji itu harus dimengerti menurut arti yang memungkinkan janji itu dilaksanakan, bukan menurut arti yang tidak memungkinkan janji itu dilaksanakan. (KUHPerd. 887.)



Bab III - Perikatan yang lahir karena undang-undang

1352. Perikatan yang lahir karena undang-undang, timbul dari undang-undang sebagai undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang. (KUHPerd. 307 dst., 320 dst., 383, 385, 452, 625 dst., 1005, 1233, 1353, 1903-1?; KUHD 321.)
1353. Perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, muncul dari suatu perbuatan yang sah atau dari perbuatan yang melanggar hukum. (KUHPerd. 1354 dst., 1365 dst.)
1354. Jika seseorang dengan sukarela, tanpa ditugaskan, mewakili urusan orang lain, dengan atau tanpa setahu orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang ia wakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. (KUHD 154, 264.) Ia harus membebani diri dengan segala sesuatu yang termasuk urusan itu. Ia juga harus menjalankan segala kewajiban yang harus ia pikul jika ia menerima kekuasaan yang dinyatakan secara tegas. (KUHPerd. 374, 1645, 1792, 1800 dst., 1817.)
1355. Ia diwajibkan meneruskan pengurusan itu, meskipun orang yang kepentingannya diurus olehnya meninggal sebelum urusan diselesaikan, sampai para ahli waris orang itu dapat mengambil alih pengurusan itu. (KUHPerd. 1800.)
1356. Dalam melakukan pengurusan itu, ia wajib bertindak sebagai seorang kepala rumah tangga yang bijaksana. Meskipun demikian, hakim berkuasa meringankan penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang disebabkan oleh kesalahan atau kelakuan orang yang mewakili pengurusan, tergantung pada keadaan yang menyebabkan ia melakukan pengurusan itu. (KUHPerd. 1235, 1243.)
1357. Pihak yang kepentingannya diwakili oleh orang lain dengan baik, diwajibkan memenuhi perikatan-perikatan yang dilakukan oleh wakil itu atas namanya, memberi ganti rugi dan bunga yang disebabkan oleh segala perikatan yang secara perseorangan dibuat olehnya, dan mengganti segala pengeluaran yang berfaedah dan perlu. (KUHPerd. 1807 dst.)
1358. Orang yang mewakili urusan orang lain tanpa mendapat perintah, tidak berhak atas suatu upah. (KUHPerd. 1794.)
1359. Tiap pembayaran mengandaikan adanya suatu utang; apa yang telah dibayar tanpa diwajibkan untuk itu, dapat dituntut kembali. Terhadap perikatan bebas (natuurlijke verbindtenis), yang secara sukarela telah dipenuhi, tak dapat dilakukan penuntutan kembali. (KUHPerd. 1269, 1382 dst., 1766, 1791.)
1360. Barangsiapa, secara sadar atau tidak, menerima sesuatu yang tak harus dibayar kepadanya, wajib mengembalikannya kepada orang yang memberikannya. (KUHPerd. 531, 1321, 1364.)
1361. Jika seseorang, karena khilaf mengira dirinya berutang, membayar suatu utang, maka ia berhak menuntut kembali apa yang telah dibayar kepada kreditur. Walaupun demikian, hak itu hilang jika akibat pembayaran tersebut kreditur telah memusnahkan surat-surat pengakuan utang, tanpa mengurangi hak orang yang telah membayar itu untuk menuntutnya kembali dari debitur yang sesungguhnya. (KUHPerd. 1359, 1382, 1766, 1791.)
1362. Barangsiapa dengan itikad buruk menerima suatu barang yang tidak harus dibayarkan kepadanya, wajib mengembalikannya dengan harga dan hasil-hasil, terhitung dari hari pembayaran, tanpa mengurangi penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika barang itu telah menderita penyusutan. Jika barang itu musnah, meskipun hal ini terjadi di luar kesalahannya, ia wajib membayar harganya dan mengganti biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika ia dapat membuktikan, bahwa barang itu akan musnah juga seandainya berada pada orang yang seharusnya menerimanya. (KUHPerd. 532, 549, 575, 1364, 1444, 1967.)
1363. Barangsiapa menjual suatu barang yang diterimanya dengan itikad baik sebagai pembayaran yang tak diwajibkan, cukup memberikan kembali harganya. Jika ia dengan itikad baik telah memberikan barang itu dengan cuma-cuma kepada orang lain, maka ia tak usah mengembalikan sesuatu apa pun. (KUHPerd. 531, 548, 1348, 1717.)
1364. Orang yang kepadanya barang yang bersangkutan dikembalikan, diwajibkan, bahkan juga kepada orang yang dengan itikad buruk telah memiliki barang itu, mengganti segala pengeluaran yang perlu dan telah dilakukan guna keselamatan barang itu. Orang yang menguasai barang itu berhak memegangnya dalam penguasaannya hingga pengeluaran-pengeluaran tersebut diganti. (KUHPerd. 548 dst., 567, 574 dst., 579, 1139-4?, 1148, 1149.)
1365. Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. (KUHPerd. 568, 602, 1246, 1447, 1918 dst; Rv. 580-7?, 582; Aut. 27; Octr. 43 dst.; KUHP 1382 bis.)
1366. Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya. (KUHPerd. 654, 802, 1207, 1753; Rv. 582.)
1367. Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. (s.d.u. dg S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang tua dan wali bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh anak-anak yang belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali. Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu. Guru sekolah atau kepala tukang bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh murid-muridnya atau tukang-tukangnya selama waktu orang-orang itu berada di bawah pengawasannya. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orang tua, wali, guru sekolah atau kepala tukang itu, membuktikan bahwa mereka masing-masing tidak dapat mencegah perbuatan atas mana mereka seharusnya bertanggung jawab. (KUHPerd. 299, 802, 1368 dst., 1566, 1613, 1710, 1803; KUHD 321 dst, 331 dst., 358a3, 373, 534 dst.; WVO. 28.)
1368. Pemilik binatang, atau siapa yang memakainya, selama binatang itu dipakainya, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah pengawasannya maupun binatang tersebut tersesat atau terlepas dari pengawasannya. (KUHP 490.)
1369. Pemilik sebuah gedung bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh ambruknya gedung itu seluruhnya atau sebagian, jika ini terjadi karena kelalaian dalam pemeliharaan atau karena kekurangan dalam pembangunan ataupun dalam penataannya. (KUHPerd. 654, 1366, 1609.)
1370. Dalam hal pembunuhan dengan sengaja atau kematian seseorang karena kurang hati-hatinya orang lain, suami atau istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban, yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban, berhak menuntut ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan. (AB. 28 dst.; KUHPerd. 1365, 1380, 1918 dst.)
1371. Menyebabkan luka atau catat anggota badan seseorang dengan sengaja atau karena kurang hati-hati, memberikan hak kepada si korban, selain untuk menuntut penggantian biaya pengobatan, juga untuk menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan. Ketentuan terakhir ini pada umumnya berlaku dalam hal menilai kerugian yang ditimbulkan oleh suatu kejahatan terhadap pribadi seseorang. (AB. 28; KUHPerd. 1365 dst., 1918 dst.)
1372. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Tuntutan perdata tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. Dalam menilai satu sama lain, hakim harus memperhatikan kasar atau tidaknya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan keadaan. (AB. 28; KUHPerd. 1374 dst., 1379 dst., 1853, 1918; Sv. 163; KUHP 310; ISR. 667.)
1373. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Selain itu, orang yang dihina dapat menuntut pula supaya dalam putusan juga dinyatakan bahwa perbuatan yang telah dilakukan adalah perbuatan memfitnah. (s.d.t. dg. S. 1917-497.) Jika ia menuntut supaya dinyatakan bahwa perbuatan itu adalah fitnah, maka berlakulah ketentuan-ketentuan dalam pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penuntutan perbuatan memfitnah. Jika diminta oleh pihak yang dihina, putusan akan ditempelkan di tempat umum, dalam jumlah sekian lembar dan tempat, sebagaimana diperintahkan oleh hakim, atas biaya si terhukum.
1374. Tanpa mengurangi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi, tergugat dapat mencegah pengabulan tuntutan yang disebutkan dalam pasal yang lalu dengan menawarkan dan sungguh-sungguh melakukan di muka umum di hadapan hakim suatu pernyataan yang berbunyi bahwa ia menyesali perbuatan yang telah ia lakukan, bahwa ia meminta maaf karenanya, dan menganggap orang yang dihina itu sebagai orang yang terhormat. (KUHPerd. 1378.)
1375. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Tuntutan-tuntutan yang disebutkan dalam ketiga pasal yang lalu dapat juga diajukan oleh suami atau istri, orang tua, kakek-nenek, anak dan cucu, karena penghinaan yang dilakukan terhadap istri atau suami, anak, cucu, orang tua dan kakek-nenek mereka, setelah orang-orang yang bersangkutan meninggal.
1376. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Tuntutan perdata tentang penghinaan tidak dapat dikabulkan, jika tidak ternyata adanya maksud untuk menghina. Maksud untuk menghina tidak dianggap ada, jika perbuatan termaksud nyata-nyata dilakukan untuk kepentingan umum atau untuk pembelaan diri secara terpaksa. (KUHPerd. 1918; Rv. 171; Sv. 9 dst., 131 dst.)
1377. (s.d.u, dg. S. 1917-497.) Begitu pula tuntutan perdata itu tidak dapat dikabulkan, jika orang yang dihina itu, dengan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, telah dipersalahkan melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Akan tetapi jika seseorang terus-menerus melancarkan penghinaan terhadap seseorang yang lain, dengan maksud semata-mata untuk menghina, juga setelah kebenaran tuduhan ternyata dari suatu putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau dari sepucuk akta otentik, maka ia diwajibkan memberikan kepada orang yang dihina tersebut penggantian kerugian yang dideritanya. (KUHPerd. 1918 dst.; KUHP 312 dst.)
1378. Segala tuntutan, yang diatur dalam keenam pasal yang lalu, gugur dengan pembebasan yang dinyatakan secara tegas atau secara diam-diam, jika setelah penghinaan terjadi dan diketahui oleh orang yang dihina, ia melakukan perbuatan-perbuatan yang menyatakan adanya perdamaian atau pengampunan, yang bertentangan dengan maksud untuk menuntut penggantian kerugian atau pemulihan kehormatan. (AB. 30; KUHPerd. 1374, 1853; Sv. 10.)
1379. Hak untuk menuntut ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam pasal 1372, tidak hilang dengan meninggalnya orang yang menghina ataupun orang yang dihina. (KUHPerd. 1375; Sv. 163.)
1380. (s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1938-276.) Tuntutan dalam perkara penghinaan gugur dengan lewatnya waktu satu tahun, terhitung mulai hari perbuatan termaksud dilakukan oleh si tergugat dan diketahui oleh si penggugat. (KUHPerd. 1372 dst., 1375.)



Bab IV - Hapusnya perikatan

1381. Perikatan hapus: karena pembayaran; (KUHPerd. 1382 dst.) karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; (KUHPerd. 1404 dst.) karena pembaharuan utang; (KUHPerd. 1413 dst.) karena perjumpaan utang atau kompensasi; (KUHPerd: 1425 dst.) karena percampuran utang; (KUHPerd. 1436 dst.) karena pembebasan utang; (KUHPerd. 1438 dst.) karena musnahnya barang yang terutang; (KUHPerd. 1444 dst.) karena kebatalan atau pembatalan; (KUHPerd. 1446 dst.) karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini; (KUHPerd. 1265 dst.) dan karena kedaluwarsa, yang akan diatur dalam suatu bab tersendiri. (KUHPerd. 1265, 1268 dst., 1338, 1646, 1963, 1967.)
Bagian 1
Pembayaran
1382. Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri. (KUHPerd. 109, 1280 dst., 1315 dst., 1354 dst., 1383, 1400 dst., 1405-2?, 1792, 1820 dst., 1823; KUHD 158 dst.; Rv. 591-2?.)
1383. Suatu perikatan untuk berbuat sesuatu tidak dapat dipenuhi seorang pihak ketiga jika hal itu berlawanan dengan kehendak kreditur, yang mempunyai kepentingan supaya perbuatannya dilakukan sendiri oleh debitur. (KUHPerd. 1239, 1612.)
Bagian 2
Penawaran, pembayaran tunai, yang diikuti oleh penyimpanan atau, penitipan
1404. Jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas apa yang harus dibayarnya; dan jika kreditur juga menolaknya, maka debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang; sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur. (KUHPerd. 1237, 1408, 1766; Rv. 809 dst.)
1405. Agar penawaran yang demikian sah, perlu: 1?. bahwa penawaran itu dilakukan kepada seorang kreditur atau kepada seorang yang berkuasa menerimanya untuk dia; (KHPerd. 1385, 1387.) 2?. bahwa penawaran itu dilakukan oleh orang yang berkuasa untuk membayar; (KUHPerd. 1382, 1384.) 3?. bahwa penawaran itu mengenai seluruh uang pokok yang dapat dituntut dan bunga yang dapat ditagih serta biaya yang telah ditetapkan, dan mengenai sejumlah uang untuk biaya yang belum ditetapkan, tanpa mengurangi penetapan kemudian; (KUHPerd. 1390, 1406-2?.) 4?. bahwa ketetapan waktu telah tiba jika itu dibuat untuk kepentingan kreditur; (KUHPerd. 1270 dst., KUHD 139.) 5?. bahwa syarat yang menjadi beban utang telah terpenuhi; (KUHPerd. 1263 dst.) 6?. bahwa penawaran itu dilakukan di tempat yang menurut persetujuan pembayaran harus dilakukan, dan jika tiada suatu persetujuan khusus mengenai itu, kepada kreditur pribadi atau di tempat tinggal yang sebenarnya atau tempat tinggal yang telah dipilihnya; (KUHPerd. 17, 24 dst., 1393, 1421; Rv. 433, 809.) 7?. bahwa penawaran itu dilakukan oleh seorang notaris atau jurusita, masing-masing disertai dua orang saksi. (Rv. 809 dst., Not. 22.)
1406. Agar suatu penyimpanan sah, tidak perlu adanya kuasa dari hakim; cukuplah: (Rv. 810.) 1?. bahwa sebelum penyimpanan itu, kepada kreditur disampaikan suatu keterangan yang memuat penunjukan hari, jam dan tempat penyimpanan barang yang ditawarkan; (Rv. 809.) 2? bahwa debitur telah melepaskan barang yang ditawarkan itu, dengan menitipkannya pada kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pada pengadilan yang akan mengadilinya jika ada perselisihan, beserta bunga sampai pada saat penitipan; (KUHPerd, 1405-3?; Rv. 530-3?.) 3?. bahwa oleh notaris atau jurusita, masing-masing disertai dua orang saksi, dibuat berita acara yang menerangkan jenis mata uang yang disampaikan, penolakan kreditur atau ketidakdatangannya untuk menerima uang itu, dan akhirnya pelaksanaan penyimpanan itu sendiri; (KUHPerd. 1405-7?.) 4?. bahwa, jika kreditur tidak datang untuk menerimanya, berita acara tentang penitipan diberitahukan kepadanya, dengan peringatan untuk mengambil apa yang dititipkan itu. (Rv. 810.)
1407. Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan harus dipikul oleh kreditur, jika hal itu dilakukan sesuai dengan undang-undang. (KUHPerd. 1395, 1412.)
1408. Selama apa yang dititipkan itu tidak diambil oleh kreditur, debitur dapat mengambilnya kembali; dalam hal itu orang-orang yang turut berutang dan para penanggung utang tidak dibebaskan. (KUHPerd. 1409 dst., 1845 dst.)
1409. Bila debitur sendiri sudah memperoleh suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, dan dengan putusan itu penawaran yang dilakukannya telah dinyatakan sah, maka ia tidak dapat lagi mengambil kembali apa yang dititipkan untuk kerugian orang-orang yang ikut berutang dan para penanggung utang, meskipun dengan izin kreditur. (KUHPerd. 1404; Rv. 811.)
1410. Orang-orang yang ikut berutang dan para penanggung utang dibebaskan juga, jika kreditur, semenjak hari pemberitahuan penyimpanan, telah melewatkan waktu satu tahun, tanpa menyangkal sahnya penyimpanan itu. (KUHPerd. 1404.)
1411. Kreditur yang telah mengizinkan barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh debitur setelah penitipan itu dikuatkan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat lagi menggunakan hak-hak istimewanya atau hipotek yang melekat pada piutang tersebut untuk menuntut pembayaran piutangnya. (KUHPerd. 1408 dst., 1413, 1421.)
1412. Jika apa yang harus dibayar berupa suatu barang yang harus diserahkan di tempat barang itu berada, maka debitur harus memperingatkan kreditur dengan perantaraan pengadilan supaya mengambilnya, dengan suatu akta yang harus diberitahukan kepada kreditur sendiri atau ke alamat tempat tinggalnya, atau ke alamat tempat tinggal yang dipilih untuk pelaksanaan persetujuan. Jika peringatan ini telah dijalankan dan kreditur tidak mengambil barangnya, maka debitur dapat diizinkan oleh hakim untuk menitipkan barang tersebut di suatu tempat lain. (KUHPerd. 24, 1393, 1405-6?, 1477, 1738-3?.)



Bab V - Jual-beli

Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum
1457. Jual-beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. (KUHPerd. 499, 1235 dst., 1332 dst., 1465, 1533 dst.)
1458. Jual-beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. (KUHPerd. 1340, 1474, 1513; Rv. 102.)
1459. Hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut pasal 612, 613 dan 616. (Ov. 26; KUHPerd. 584, 1475, 1686; Rv. 526.)
1460. Jika barang yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya. (KUHPerd. 1237, 1266, 1444, 1462, 1481, 1513.)
Bagian 2
Kewajiban-kewajiban penjual
1473. Penjual wajib menyatakan dengan jelas, untuk apa ia mengikatkan dirinya; janji yang tidak jelas dan dapat diartikan dalam berbagai pengertian, harus ditafsirkan untuk kerugiannya. (KUHPerd. 1342 dst., 1349.)
1474. Penjual mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya. (KUHPerd. 1235, 1475 dst., 1491.)
1475. Penyerahan ialah pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan hak milik si pembeli. (KUHPerd. 612 dst., 1459.)
1476. Biaya penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh pembeli, kecuali kalau dijanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1466, 1495.)


Bagian 3
Kewajiban pembeli
1513. Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan. (KUHPerd. 1139, 1182, 1382 dst., 1460, 1478, 1516; KUHD. 98.)
1514. Jika pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan hal-hal itu, pembeli harus membayar di tempat dan pada waktu penyerahan. (KUHPerd. 1393, 1477.)
1515. Pembeli, biarpun tidak ada suatu perjanjian yang tegas, wajib membayar bunga dari harga pembelian, jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau pendapatan lain. (KUHPerd. 1250.)
1516. Jika dalam menguasai barang itu pembeli diganggu oleh suatu tuntutan hukum yang berdasarkan hipotek atau suatu tuntutan untuk memperoleh kembali barang tersebut, atau jika pembeli mempunyai suatu alasan yang patut untuk khawatir akan diganggu dalam penguasaannya, maka ia dapat menangguhkan pembayaran harga pembelian sampai penjual menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika penjual memilih memberikan jaminan, atau jika telah diperjanjikan bahwa pembeli wajib membayar tanpa mendapat jaminan atas segala gangguan.(KUHPerd. 1198, 1478, 1492 dst., 1543; KUHD. 23 dst.)



Bab VI - Tukar-menukar

1541. Tukar-menukar ialah suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal-balik sebagai ganti suatu barang lain. (KUHPerd. 1080, 1457 dst.)
1542. Segala sesuatu yang dapat dijual, dapat pula jadi pokok persetujuan tukar-menukar. (KUHPerd. 1471, 1546.)
1543. Jika pihak yang satu telah menerima barang yang ditukarkan kepadanya, dan kemudian ia membuktikan bahwa pihak yang lain bukan pemilik barang tersebut, maka ia tidak dapat dipaksa untuk menyerahkan barang yang telah ia janjikan dari pihaknya sendiri, melainkan hanya untuk mengembalikan barang yang telah diterimanya. (KUHPerd. 1471, 1478, 1516.)
1544. Barangsiapa karena suatu tuntutan hak melalui hukum (uitwinning) terpaksa melepaskan barang yang diterimanya dalam suatu tukar-menukar, dapat memilih akan menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga dari pihak lawannya, atau akan menuntut pengembalian barang yang telah ia berikan. (KUHPerd. 1234, 1266 dst., 1474, 1480, 1492 dst., 1496-1?, 1500 dst., 1517.)
1545. Jika barang tertentu, yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar kesalahan pemiliknya, maka persetujuan dianggap gugur, dan pihak yang telah memenuhi persetujuan dapat menuntut kembali barang yang telah ia berikan dalam tukar-menukar. (KUHPerd. 1237, 1460.)



Bab VII - Sewa-menyewa

Bagian 1
Ketentuan umum
1547. Dihapus dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S. 1927-108.
1548. (s.d.u. dg. S. 1926-335 jo. 458.) Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak. (KUHPerd. 400, 556, 772 dst., 823, 827, 1185, 1332, 1532, 1585, 1597, 1959 dst.; Zeg. 74 dst.)
1549. Dihapus dg. S. 1926-335 jo. 458.
Bagian 2
Aturan-aturan yang sama-sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan penyewaan tanah
1550. Pihak yang menyewakan karena sifat persetujuan dan tanpa perlu adanya suatu janji, wajib untuk: 1?. menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa; 2?. memelihara barang itu sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud; 3?. memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan itu dengan tenteram selama berlangsungnya sewa. (KUHPerd. 507, 1475 dst., 1551 dst., 1556 dst.)
1551. Pihak yang menyewakan diwajibkan untuk menyerahkan barang yang disewakan dalam keadaan terpelihara segala-galanya. Selama waktu sewa, ia harus menyuruh melakukan pembetulan-pembetulan yang perlu dilakukan pada barang yang disewakan, kecuali pembetulan yang menjadi kewajiban penyewa. (KUHPerd. 1241, 1266, 1548, 1555, 1583; Rv. 55-2?.)
1552. Pihak yang menyewakan harus menanggung penyewa terhadap semua cacat barang sewa yang merintangi pemakaian barang itu, meskipun pihak yang menyewakan itu sendiri tidak mengetahuinya pada waktu dibuat persetujuan sewa. Jika cacat-cacat itu telah mengakibatkan suatu kerugian bagi penyewa, maka pihak yang menyewakan wajib memberikan ganti rugi. (KUHPerd. 1504, 1508, 1550, 1555, 1753.)
1553. Jika barang yang disewakan musnah sama sekali dalam masa sewa karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi hukum. Jika barang yang bersangkutan hanya sebagian musnah, maka penyewa dapat memilih, menurut keadaan, akan meminta pengurangan harga sewa, atau akan meminta pembatalan persetujuan sewa; tetapi dalam kedua hal itu ia tidak berhak atas ganti rugi. (KUHPerd. 1237, 1444; KUHD 478.)
1554. Pihak yang menyewakan tidak diperkenankan selama waktu sewa mengubah bentuk atau susunan barang yang disewakan. (KUHPerd. 1550.)
1555. Jika dalam masa sewa pada barang yang disewakan itu terpaksa diadakan pembetulan-pembetulan yang tidak dapat ditunda sampai berakhirnya masa sewa, maka penyewa harus menerimanya, betapa pun beratnya kesusahan yang disebabkannya, dan meskipun selama dilakukannya pembetulan-pembetulan itu ia terpaksa kehilangan sebagian dari barang yang disewakan. Tetapi, jika pembetulan-pembetulan itu berlangsung lebih lama dari empat puluh hari, maka harga sewa harus dikurangi menurut banyaknya waktu yang tersita dan bagian barang sewa yang tidak dapat dipakai oleh si penyewa. Jika pembetulan-pembetulan sedemikian rupa sifatnya, sehingga barang sewa yang perlu ditempati oleh si penyewa dan keluarganya tak dapat didiami, maka penyewa dapat memutuskan sewanya. (KUHPerd. 1551, 1583.)
1556. Pihak yang menyewakan tidak wajib menjamin penyewa terhadap rintangan dalam menikmati barang sewa yang dilakukan oleh pihak ketiga tanpa berdasarkan suatu hak atas barang sewa itu; hal ini tidak mengurangi hak penyewa untuk menuntut sendiri orang itu. (KUHPerd. 556, 1365.)
1557. Jika sebaliknya penyewa diganggu dalam kenikmatannya karena suatu tuntutan hukum mengenai hak milik atas barang yang bersangkutan, maka ia berhak menuntut pengurangan harga sewa menurut perimbangan, asal gangguan atau rintangan itu telah diberitahukan secara sah kepada pemilik. (KUHPerd. 1550-3?, 1591.)
1558. Jika orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut menyatakan, bahwa mereka mempunyai suatu hak atas barang yang disewakan, atau jika penyewa sendiri digugat untuk mengosongkan seluruh atau sebagian dari barang yang disewa atau untuk menerima pelaksanaan pengabdian pekarangan, maka ia wajib memberitahukan hal itu kepada pihak yang menyewakan, dan dapat memanggil pihak tersebut sebagai penanggung. Bahkan ia dapat menuntut supaya ia dikeluarkan dari perkara, asal ia menunjuk untuk siapa ia menguasai barang yang bersangkutan. (KUHPerd. 802, 1591; Rv. 70 dst.)




Bab VIIA - Perjanjian Kerja


Bagian 1
Ketentuan umum
1601. Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam persetujuan, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni: perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja. (KUHPerd. 1338, 1601a, 1604, AB. 15.)
1601a. Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang tertentu. (KUHPerd. 1603e, 1603y.)
1601b. Perjanjian pemborongan kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan. (KUHPerd. 1604 dst.)
1601c. Jika suatu persetujuan mengandung sifat-sifat suatu perjanjian kerja dan persetujuan maka baik ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian kerja, maupun ketentuan-ketentuan mengenai persetujuan lain yang sifat-sifatnya terkandung di dalamnya, keduanya berlaku; jika ada pertentangan antara kedua jenis ketentuan tersebut, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian kerja. Jika pemborongan kerja diikuti oleh beberapa persetujuan sejenis itu, meskipun tiap kali dengan suatu selang waktu, atau jika pada waktu persetujuan dibuat, ternyata maksud kedua belah pihak membuat beberapa persetujuan secara demikian ialah supaya pemborongan-pemborongan itu dapat dipandang sebagai suatu perjanjian kerja, maka peraturan-peraturan mengenai perjanjian kerja harus berlaku bagi semua persetujuan ini, baik bagi semua persetujuan itu secara serempak maupun bagi masing-masing persetujuan secara sendiri-sendiri, kecuali ketentuan-ketentuan dalam Bagian 6 pada bab ini. Akan tetapi bila dalam hal demikian persetujuan yang pertama hanya diadakan untuk percobaan saja, maka persetujuan demikian harus dianggap mengandung sifat pemborongan kerja dan segala ketentuan dalam Bab VI itu berlaku baginya. (KUHPerd. 1603x, 1604 dst.)
Catatan: Dengan S. 1926-335 pasal 1, Bagian 5 yang lama dalam Bab VII Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini diganti dengan Bab VIIA Buku Ketiga. Selain itu dengan S. 1926-335 tersebut diadakan perubahan dalam beberapa pasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini, yaitu pasal 22, 109, 1149-4?, 1447, 1548, 1604-1608, 1610, 1612, 1616, 1903, 1914, 1968 dan 1969, perubahan-perubahan mana sudah kami sisipkan dalam masing-masing pasal itu, sedang pasal 1547, pasal 1549 dan pasal-pasal 1601-1603 lama dihapuskan.





Bab VIII - Perseroan perdata (persekutuan perdata)

Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum
1618. Perseroan perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang berjanji untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka. (KUHPerd. 1621, 1624. 1633, 1635; KUHD 15 dst., 286, 320 dst.)
1619. Semua perseroan perdata harus ditujukan pada sesuatu yang halal dan diadakan untuk kepentingan bersama para anggotanya. Masing-masing anggota wajib memasukkan uang, barang atau usaha ke dalam perseroan itu. (KUHPerd. 1322 dst., 1335, 1631, 1633, 1648.)
1620. Ada perseroan perdata yang tak terbatas dan ada yang terbatas. (Kuhperd. 1621, 1623.)
1621. Undang-undang hanya mengenal perseroan mengenai seluruh keuntungan. Dilarang adanya perseroan yang meliputi semua barang kekayaan dari peserta atau sebagian dari barang-barang itu dengan suatu alas hak umum, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan Bab VI dan Bab VII Buku Pertama dalam kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 119 dst., 139 dst., 1066.)
1622. Perseroan perdata tak terbatas itu meliputi apa saja yang akan diperoleh para peserta sebagai hasil usaha mereka selama perseroan itu berdiri.
1623. Perseroan perdata yang terbatas hanya menyangkut barang-barang tertentu, pemakaiannya atau hasil-hasil yang akan diperoleh dari barang-barang itu, atau mengenai usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap.
Bagian 2
Persetujuan-persetujuan antara para peserta satu sama lain
1624. Perseroan perdata mulai berjalan pada saat persetujuan diadakan, kecuali jika ditentukan waktu lain dalam persetujuan itu. (KUHperd. 1253, 1268.)
1625. Tiap peserta wajib memasukkan ke dalam perseroan itu segala sesuatu yang sudah ia janjikan untuk dimasukkan, dan jika pemasukan ini terdiri dari suatu barang tertentu, maka peserta wajib memberikan pertanggungan menurut cara yang sama dengan cara jual beli. (KUHPerd. 1237, 1264, 1491 dst., 1631, 1648.)
1626. Peserta yang harus memasukkan uang ke dalam perseroan itu dan kemudian tidak memberikan uang itu, dengan sendirinya karena hukum dan tanpa perlu ditegur lagi, menjadi debitur atas bunga uang itu, terhitung dari hari ketika ia seharusnya memasukkan uang itu. Demikian pula, pembayaran bunga wajib dilakukan oleh peserta yang mengambil uang dari kas bersama untuk keperluan pribadi, terhitung dari hari ketika ia mengambilnya untuk kepentingan dirinya. Bila ada alasan, ia wajib pula mengganti biaya tambahan serta kerugian dan bunga. (KUHPerd. 1243, 1250, 1481, 1805.)
1627. Para peserta yang sudah berjanji akan menyumbangkan tenaga dan usahanya kepada perseroan mereka, wajib memberi perhitungan tanggung jawab kepada perseroan itu atas hasil dari kegiatan mereka masing-masing. (KUHPerd. 1622, 1633.)
1628. Jika salah seorang dari para peserta menagih piutang dari seseorang yang juga berutang pada perseroan, kemudian peserta itu menerima pembayaran piutangnya dari orang tersebut, maka pembayaran yang ia terima harus dibagi antara perseroan dan peserta itu sendiri menurut perbandingan antara kedua piutang itu, walaupun dalam kuitansi ia mengaku menerima pembayaran itu untuk pelunasan piutangnya sendiri; tetapi jika pada waktu pembayaran itu ia menetapkan bahwa semua uang termaksud adalah pelunasan piutang perseroan, maka ketetapan itu yang harus diikuti, (KUHPerd. 1396, 1399, 1426.)
1629. Jika salah seorang peserta sudah menerima bagiannya dari piutang perseroan, dan kemudian debitur jatuh miskin, maka peserta tersebut harus memasukkan uang yang sudah ia terima itu ke dalam kas bersama, meskipun ia sudah memberi kuitansi untuk bagiannya sendiri. (KUHPerd. 1628.)
1630. Tiap peserta wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh perseroan karena kesalahannya, sedang kerugian itu tidak boleh ia perhitungkan dengan keuntungan yang sudah ia masukkan ke dalam perseroan berkat usaha dan kegiatannya. (KUHPerd. 779, 1243 dst., 1365 dst., 1426 dst.)
1631. Jika yang dimasukkan ke dalam perseroan hanya suatu kenikmatan barang tertentu yang pemakaiannya tidak mengakibatkan habisnya barang itu, maka barang tersebut tetap menjadi tanggungan peserta yang menjadi pemilik mutlak. Jika barang itu susut karena dipakai, turun harganya karena ditahan, dimaksudkan untuk dijual, atau dimasukkan ke dalam perseroan menurut suatu anggaran yang ditentukan dalam pertelaan atau dalam inventaris, maka barang tersebut menjadi tanggungan perseroan. Jika barang itu telah ditaksir, maka peserta yang memasukkan barang itu tidak boleh meminta pembayaran yang melebihi harga taksiran. (KUHPerd. 757, 1237 dst., 1444 dst., 1625, 1746.)



 Bab X - Penghibahan


Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum
1666. Penghibahan adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup. (KUHPerd. 170, 172 dst., 179, 913, 1314, 1675, 1683, 1688.)
1667. Penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan batal sekedar mengenai barang-barang yang belum ada. (KUHPerd. 169, 178, 966 dst., 1157, 1471.)
1668. Penghibah tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya atas barang yang dihibahkan itu; penghibahan demikian, sekedar mengenai barang itu, dipandang sebagai tidak sah. (KUHPerd. 171, 1256, 1666, 1671.)
1669. Penghibah boleh memperjanjikan, bahwa ia tetap berhak menikmati atau memungut hasil barang bergerak atau barang tak bergerak yang dihibahkan, atau menggunakan hak itu untuk keperluan orang lain; dalam hal demikian, harus diperhatikan ketentuan-ketentuan Bab X Buku Kedua kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 124, 756 dst., 785, 883, 922.)
1670. Suatu penghibahan adalah batal, jika dilakukan dengan membuat syarat bahwa penerima hibah akan melunasi utang atau beban-beban lain di samping apa yang dinyatakan dalam akta hibah itu sendiri atau dalam daftar yang dilampirkan. (KUHPerd. 1256, 1688-1?.)
1671. Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan tetap menguasai penggunaan sejumlah uang yang ada di antara barang yang dihibahkan. Jika ia meninggal dunia sebelum menggunakan uang itu, maka barang dan uang itu tetap menjadi milik penerima hibah. (KUHPerd. 1668.)
1672. Penghibah boleh memberi syarat, bahwa barang yang dihibahkannya itu akan kembali kepadanya bila orang yang diberi hibah atau ahli warisnya meninggal dunia lebih dahulu dari penghibah, tetapi syarat demikian hanya boleh diadakan untuk kepentingan penghibah sendiri. (KUHPerd. 174, 178, 879, 1675.)
1673. Akibat dari hak mendapatkan kembali barang-barang yang dihibahkan ialah bahwa pemindahan barang-barang itu ke tangan orang lain sekiranya telah terjadi, harus dibatalkan, dan pengembalian barang-barang itu kepada penghibah harus bebas dari semua beban dan hipotek yang mungkin diletakkan pada barang itu sewaktu ada di tangan orang yang diberi hibah. (KUHPerd. 948, 1093, 1169, 1209.)
1674. Penghibah tidak wajib menjamin orang bebas dari gugatan pengadilan bila kemudian barang yang dihibahkan itu menjadi milik orang lain berdasarkan keputusan pengadilan. (KUHPerd. 1491 dst.)
1675. Ketentuan-ketentuan pasal 879, 880, 881, 882, 884, 894 dan akhirnya juga Bagian 7 dan 8 dari Bab XIII Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini berlaku pula terhadap hibah. (KUHPerd. 1679.)
Bagian 2
Kemampuan untuk memberikan dan menerima hibah
1676. Semua orang boleh memberikan dan menerima hibah, kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak mampu untuk itu. (KUHPerd. 108, 124, 896, 1320, 1330, 1677 dst.)
1677. Anak-anak di bawah umur tidak boleh menghibahkan sesuatu, kecuali dalam hal yang ditetapkan pada Bab VII Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini. (KUHPerd. 139, 151, 897, 904 dst., 1330-1?, 1676, 1681.)
1678. (1nghibahan antara suami-istri, selama perkawinan mereka masih berlangsung, dilarang. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian berupa barang bergerak yang berwujud, yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan besarnya kekayaan penghibah. (KUHPerd. 119, 149, 168 dst., 1467, 1601, 1687.) (1rlaku juga bagi golongan Tionghoa, tetapi tidak bagi golongan Timur Asing lainnya. (Bagi golongan terakhir ini berlaku S. 1924-556 pasal 2 alinea keenam dan ketujuh.)
1679. Supaya dapat dikatakan sah untuk menikmati barang yang dihibahkan, orang yang diberi hibah harus sudah ada di dunia atau, dengan memperhatikan aturan dalam pasal 2, sudah ada dalam kandungan ibunya pada saat penghibahan dilakukan. (KUHPerd. 174, 178, 836, 899, 1675.)
1680. (s.d.u. dg. S. 1937-572.) Hibah-hibah kepada lembaga umum atau lembaga keagamaan tidak berakibat hukum, kecuali jika Presiden atau pembesar yang ditunjuknya telah memberikan kuasa kepada para pengurus lembaga-lembaga tersebut untuk menerimanya. (KUHPerd. 900, 1653 dst.)
1681. (s.d.u. dg. S. 1872-11.) Ketentuan-ketentuan ayat (2) dan terakhir pada pasal 904, begitu pula pasal 906, 907, 908, 909 dan 911, berlaku terhadap penghibahan. (KUHPerd. 973 dst., 1679.)


Bagian 3
Cara menghibahkan sesuatu
1682. Tiada suatu penghibahan pun, kecuali penghibahan termaksud dalam pasal 1687, dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris, dan bila tidak dilakukan demikian, maka penghibahan itu tidak sah. (KUHPerd. 1893 dst.; Not. 39.)
1683. Tiada suatu penghibahan pun mengikat penghibah atau mengakibatkan sesuatu sebelum penghibahan diterima dengan kata-kata tegas oleh orang yang diberi hibah atau oleh wakilnya yang telah diberi kuasa olehnya untuk menerima hibah yang telah atau akan dihibahkan itu. Jika penerimaan itu tidak dilakukan dengan akta hibah itu, maka penerimaan itu dapat dilakukan dengan suatu akta otentik kemudian, yang naskah aslinya harus disimpan oleh notaris, asal saja hal itu terjadi waktu penghibah masih hidup; dalam hal demikian, bagi penghibah, hibah tersebut hanya sah sejak penerimaan hibah itu diberitahukan dengan resmi kepadanya. (KUHPerd. 170, 177, 1666, 1796; Not. 30 dst., 35.)
1684. Hibah yang diberikan kepada seorang wanita yang masih bersuami tidak dapat diterima selain menurut ketentuan-ketentuan Bab V Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini. (KUHPerd. 108, 167, 1330-3?, 1678.)
1685. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah kekuasaan orang tua, harus diterima oleh orang yang menjalankan kekuasaan orang tua itu. Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah perwalian atau kepada orang yang ada di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa oleh pengadilan negeri. Jika pengadilan itu memberi kuasa termaksud, maka hibah itu tetap sah, meskipun penghibah telah meninggal dunia sebelum terjadi pemberian kuasa itu. (KUHPerd. 300, 307, 330 dst., 370, 385, 402, 452, 1330, 1448.)
1686. Hak milik atas barang-barang yang dihibahkan, meskipun diterima dengan sah, tidak beralih kepada orang yang diberi hibah, sebelum diserahkan dengan cara penyerahan menurut pasal 612, 613, 616 dst. (Ov. 26; KUHPerd. 1459, 1475, 1666.)
1687. Hadiah dari tangan ke tangan berupa barang bergerak yang berwujud atau surat piutang yang akan dibayar atas tunjuk, tidak memerlukan akta notaris dan adalah sah, bila hadiah demikian diserahkan begitu saja kepada orang yang diberi hibah sendiri atau kepada orang lain yang menerima hadiah itu untuk diteruskan kepada yang diberi hibah. (KUHPerd. 613, 1354 dst., 1682, 1792.)
Bagian 4
Pencabutan dan pembatalan hibah
1688. Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula dibatalkan, kecuali dalam hal-hal berikut: (KUHPerd. 172, 179, 920, 924, 1666, 1692; F. 43 dst.) 1?. jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah; (KUHPerd. 1317, 1689.) 2?. jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah; (KUHPerd. 1690.) 3?. jika penghibah jatuh miskin, sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya. (KUHPerd. 324, 1690.)
1689. Dalam hal yang pertama, barang yang dihibahkan tetap tinggal pada penghibah; atau, ia boleh meminta kembali barang itu, bebas dari semua beban dan hipotek yang mungkin diletakkan atas barang itu oleh penerima hibah, serta hasil dan buah yang telah dinikmati oleh penerima hibah sejak ia alpa dalam memenuhi syarat-syarat penghibahan itu. Dalam hal demikian, penghibah boleh menjalankan hak-haknya terhadap pihak ketiga yang memegang barang tak bergerak yang telah dihibahkan, sebagaimana terhadap penerima hibah sendiri. (KUHPerd. 928, 1093, 1209, 1236, 1673, 1797.)
1690. Dalam kedua hal terakhir yang disebut pada pasal 1698, barang yang telah dihibahkan tidak boleh diganggu gugat jika barang itu hendak atau telah dipindahtangankan, dihipotekkan atau dibebani dengan hak kebendaan lain oleh penerima hibah, kecuali kalau gugatan untuk membatalkan penghibahan itu sudah diajukan kepada dan didaftarkan di pengadilan dan dimasukkan dalam pengumuman tersebut dalam pasal 616. Semua pemindahtanganan, penghipotekan atau pembebanan lain yang dilakukan oleh penerima hibah sesudah pendaftaran tersebut adalah batal, bila gugatan itu kemudian dimenangkan. (Ov. 26; KUHPerd. 1454.)
1691. Dalam hal tersebut pada pasal 1690, penerima hibah wajib mengembalikan apa yang dihibahkan itu bersama dengan buah dan hasilnya, terhitung sejak hari gugatan diajukan kepada pengadilan; sekiranya barang itu telah dipindahtangankan, maka wajiblah dikembalikan harganya pada saat gugatan diajukan, bersama buah dan hasil sejak saat itu. Selain itu, ia wajib membayar ganti rugi kepada penghibah atas hipotek dan beban lain yang telah diletakkan olehnya di atas barang tak bergerak yang dihibahkan itu, termasuk yang diletakkan sebelum gugatan diajukan. (KUHPerd. 1236, 1391 dst., 1444.)
1692. Gugatan yang disebut dalam pasal 1691, gugur setelah lewat satu tahun, terhitung dari hari peristiwa yang menjadi alasan gugatan itu terjadi dan dapat diketahui oleh penghibah. Gugatan itu tidak dapat diajukan oleh penghibah terhadap ahli waris orang yang diberi hibah itu; demikian juga, ahli waris si penghibah tidak dapat mengajukan gugatan terhadap orang yang mendapat hibah, kecuali kalau gugatan itu telah mulai diajukan oleh penghibah atau penghibah ini meninggal dunia dalam tenggang waktu satu tahun sejak terjadinya peristiwa yang dituduhkan itu. (KUHPerd. 1688-2? dan 3?.)
1693. Ketentuan-ketentuan bab ini tidak mengurangi apa yang sudah ditetapkan pada Bab VII dari Buku Pertama dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini. (KUHPerd. 139 dst., 168 dst., 176 dst.)

 

 

Bab XI - Penitipan barang


Bagian 1
Penitipan barang pada umumnya dan berbagai jenisnya
1694. Penitipan barang terjadi, bila orang menerima barang orang lain dengan janji untuk menyimpannya dan kemudian mengembalikannya dalam keadaan yang sama. (KUHPerd. 1697, 1700, 1714, 1949.)
1695. Ada dua jenis penitipan barang, yaitu: penitipan murni (sejati) dan sekuestrasi (penitipan dalam perselisihan). (KUHPerd. 1696 dst., 1730 dst.)
Bagian 2
Penitipan murni
1696. Penitipan murni dianggap dilakukan dengan cuma-cuma, bila tidak diperjanjikan sebaliknya. Penitipan demikian hanya mengenai barang-barang bergerak. (KUHPerd. 1697, 1707-2?, 1713, 1718, 1732, 1734, 1794.)
1697. Perjanjian penitipan belum terlaksana sebelum barang yang bersangkutan diserahkan betul-betul atau dianggap sudah diserahkan. (KUHPerd. 612, 1237, 1720, 1728.)
1698. Penitipan barang terjadi secara sukarela atau secara terpaksa. (KUHPerd. 1699 dst., 1703 dst.)
1699. Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena ada perjanjian timbal-balik antara pemberi titipan dan penerima titipan. (KUHPerd. 1313 dst., 1320 dst., 1697.)
1700. Dihapus dg. S. 1925-525.
1701. Penitipan barang dengan sukarela hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perjanjian. Akan tetapi jika orang yang cakap untuk mengadakan perjanjian menerima titipan barang dari seseorang yang tidak cakap untuk itu, maka ia harus memenuhi semua kewajiban seorang penerima titipan murni. (KUHPerd. 1329 dst., 1446.)
1702. Jika penitipan barang dilakukan oleh seorang yang berhak kepada seorang yang belum cakap untuk membuat perjanjian, maka pemberi titipan, selama barang itu masih di tangan penerima titipan, dapat menuntut pengembalian barang itu; tetapi jika barang itu tidak ada lagi di tangan penerima titipan, maka pemberi titipan dapat menuntut ganti rugi, sejauh penerima titipan mendapat manfaat dari barang titipan tersebut. (KUHPerd. 574, 1330 dst., 1387, 1451.)
1703. Penitipan karena terpaksa ialah penitipan yang terpaksa dilakukan oleh karena terjadinya suatu malapetaka, seperti kebakaran, runtuhnya bangunan, perampokan, karamnya kapal, banjir atau peristiwa lain yang tak terduga datangnya. (KUHPerd. 1705, 1709 dst.; Rv. 580-2?; KUHP 375.)
1704. Dihapus dg. S. 1925-525.
1705. (s.d.u. dg. S. 1925-525.) Penitipan karena terpaksa, diatur menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi penitipan dengan sukarela. (KUHPerd. 1701 dst.)
1706. Penerima titipan wajib memelihara barang titipan itu dengan sebaik-baiknya seperti memelihara barang-barang kepunyaan sendiri. (KUHPerd. 1235 dst., 1707 dst., 1745.)
1707. Ketentuan dalam pasal di atas ini wajib diterapkan secara lebih teliti: 1?. jika penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan barang itu; 2?. jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk penitipan itu; 3?. jika penitipan itu terjadi terutama untuk kepentingan penerima titipan; 4?. jika diperjanjikan dengan tegas, bahwa penerima titipan bertanggung jawab atas semua kelalaian dalam menyimpan barang titipan itu. (KUHPerd. 1235, 1696, 1801.)
1708. Penerima titipan sekali-kali tidak harus bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang tidak terelakkan datangnya, kecuali kalau ia telah lalai mengembalikan barang titipan itu. Dalam hal terakhir ini, ia tidak bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya barang itu, jika barang itu akan musnah juga sekiranya berada di tangan pemberi titipan itu. (KUHPerd. 1235, 1238, 1243, 1245, 1444, 1716.)
1709. Pengelola rumah penginapan dan losmen, sebagai orang yang menerima titipan barang, bertanggung jawab atas barang-barang yang dibawa tamu yang menginap di situ. Penitipan demikian dianggap sebagai penitipan karena terpaksa. (KUHPerd. 1703 dst., 1968; Rv. 580-2?; KUHP 375.)
1710. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Mereka bertanggung jawab atas hilangnya atau rusaknya barang-barang tamu, yang dicuri atau dirusak, baik oleh pelayan dalam rumah penginapan itu atau buruh lain, maupun oleh orang luar. (KUHPerd. 802, 1367, 1556, 1613, 1803.)

 

 

 

                           Bab XII - Pinjam-pakai


Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum
1740. Pinjam-pakai adalah suatu perjanjian, dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat, bahwa pihak yang menerima barang itu, setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu. (KUHPerd. 1389, 1429-2?, 1697, 1714.)
1741. Orang yang meminjamkan itu tetap menjadi pemilik mutlak barang yang dipinjamkannya itu. (KUHPerd. 1746, 1748, 1752, 1755.)
1742. Segala sesuatu yang dipergunakan orang dan tidak dapat musnah karena pemakaiannya, dapat menjadi pokok perjanjian ini. (KUHPerd. 505, 537, 1332, 1740, 1744.)
1743. Semua perjanjian yang lahir dari perjanjian pinjam-pakai, beralih kepada ahli waris orang yang meminjamkan dan ahli waris peminjam. Akan tetapi jika pemberian pinjaman dilakukan hanya kepada orang yang menerimanya dan khusus kepada orang itu sendiri, maka semua ahli waris peminjam tidak dapat tetap menikmati barang pinjaman itu. (KUHPerd. 833, 955, 1318, 1717, 1721, 1826.)
Bagian 2
Kewajiban-kewajiban orang yang menerima barang pinjam-pakai
1744. Barangsiapa menerima suatu barang yang dipinjamnya, wajib memelihara barang itu sebagai seorang kepala keluarga yang baik. Ia tidak boleh menggunakan barang itu selain untuk maksud pemakaian yang sesuai dengan sifatnya, atau untuk keperluan yang telah ditentukan dalam perjanjian. Bila menyimpang dari larangan ini, peminjam dapat dihukum mengganti biaya, kerugian dan bunga, kalau ada alasan untuk itu. Jika peminjam memakai barang itu untuk suatu tujuan lain atau lebih lama dari yang semestinya, maka wajiblah ia bertanggung jawab atas musnahnya barang itu, sekalipun musnahnya barang itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak disengaja. (KUHPerd. 1235, 1245 dst., 1391, 1444, 1708, 1740, 1746.)
1745. Jika barang pinjaman itu musnah karena suatu peristiwa yang tidak disengaja, sedang hal itu dapat dihindarkan oleh peminjam dengan jalan memakai barang kepunyaan sendiri, atau jika peminjam tidak memperdulikan barang pinjaman sewaktu terjadinya peristiwa termaksud, sedang barang kepunyaannya sendiri diselamatkannya, maka peminjam wajib bertanggung jawab atas musnahnya barang itu. (KUHPerd. 1235 dst., 1245, 1444, 1707 dst.)
1746. Jika barang itu telah ditaksir harganya pada waktu dipinjamkan, maka musnahnya barang itu, meskipun hal ini terjadi karena peristiwa yang tak disengaja, adalah atas tanggungan peminjam, kecuali kalau telah dijanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1245, 1631.)
1747. Jika barang itu menjadi berkurang harganya semata-mata karena pemakaian yang sesuai dengan maksud peminjaman barang itu, dan bukan karena kesalahan si peminjam, maka ia tidak bertanggung jawab atas berkurangnya harga itu. (KUHPerd. 1391.)
1748. Jika pemakai telah mengeluarkan biaya untuk dapat memakai barang yang dipinjamnya itu, maka ia tidak dapat menuntut biaya tersebut diganti. (KUHPerd. 1752.)
1749. Jika beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, maka mereka masing-masing wajib bertanggung jawab atas keseluruhannya kepada pemberi pinjaman. (KUHPerd. 1282, 1301 dst.)
Bagian 3
Kewajiban-kewajiban pemberi pinjaman
1750. Pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkannya, kecuali bila sudah lewat waktu yang ditentukan, atau dalam hal tidak ada ketentuan tentang waktu peminjaman itu, bila barang yang dipinjamkan itu telah atau dianggap telah selesai digunakan untuk tujuan yang dimaksudkan. (KUHPerd. 1269, 1725, 1740, 1759.)
1751. Akan tetapi bila dalam jangka waktu itu atau sebelum berakhirnya keperluan untuk memakai barang itu, pemberi pinjaman sangat membutuhkan barangnya itu dengan alasan yang mendesak dan tidak terduga, maka dengan memperhatikan keadaan, pengadilan dapat memaksa peminjam untuk mengembalikan barang pinjaman itu kepada pemberi pinjaman. (KUHPerd. 1269, 1579.)
1752. Jika dalam jangka waktu pemakaian barang pinjaman itu si pemakai terpaksa mengeluarkan biaya yang sangat perlu guna menyelamatkan barang pinjaman itu, dan begitu mendesak sehingga oleh pemakai tidak sempat diberitahukan terlebih dahulu kepada pemberi pinjaman, maka pemberi pinjaman ini wajib mengganti biaya itu. (KUHPerd. 1139-4?, 1147 dst., 1157, 1357, 1364, 1728, 1748.)
1753. Jika barang yang dipinjamkan itu mempunyai cacat-cacat sedemikian rupa, sehingga pemakai barang itu bisa mendapat rugi, sedang pemberi pinjaman telah mengetahui adanya cacat-cacat itu, tetapi tidak memberitahukannya kepada si pemakai, maka pemberi pinjaman harus bertanggung jawab atas semua akibat pemakaian barang itu. (KUHPerd. 1365 dst., 1504, 1762.)

 

 

Bab XIII - Pinjam pakai habis (verbruiklening)



Bagian 1
Ketentuan-ketentuan umum
1754. Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat, bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama. (KUHPerd. 505, 1392, 1740, 1763.)
1755. Berdasarkan perjanjian tersebut, orang yang menerima pinjaman menjadi pemilik mutlak barang pinjaman itu; dan bila barang ini musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kerugian itu menjadi tanggungan peminjam. (KUHPerd. 1237, 1741.)
1756. Utang yang timbul karena peminjaman uang, hanya terdiri dari sejumlah uang yang ditegaskan dalam perjanjian. Jika sebelum utang dilunasi nilai mata uang naik atau turun, atau terjadi perubahan dalam peredaran uang yang laku, maka pengembalian uang yang dipinjam itu harus dilakukan dengan uang yang laku pada waktu pelunasannya, sebanyak uang yang telah dipinjam, dihitung menurut nilai resmi pada waktu pelunasan itu. (KUHPerd. 1250, 1389; bdk. S. 1937-585 Ordonansi atas Klausula Emas 1937.)
1757. Ketentuan pasal di atas tidak berlaku, jika kedua belah pihak menyepakati dengan tegas, bahwa uang pinjaman harus dikembalikan dengan uang logam dari jenis dan dalam jumlah yang sama seperti semula. Dalam hal demikian, pihak yang menerima pinjaman harus mengembalikan uang logam dari jenis dan dalam jumlah yang sama, tidak lebih dan tidak kurang. Jika uang logam sejenis sudah tidak cukup lagi dalam peredaran, maka kekurangannya harus diganti dengan uang dari logam yang sama dan sedapat mungkin mendekati kadar logam uang pinjaman itu, sehingga semuanya mengandung logam asli yang sama beratnya dengan yang terdapat dalam uang logam pinjaman semula. (KUHPerd. 1389.)
1758. Jika yang dipinjamkan itu berupa batang-batang emas atau perak, atau barang-barang lain, maka peminjam harus mengembalikan logam yang sama beratnya dan mutunya dengan yang ia terima dahulu itu, tanpa kewajiban memberikan lebih, walaupun harga logam itu sudah naik atau turun. (KUHPerd. 1754, 1763.)
Bagian 2
Kewajiban-kewajiban orang yang meminjamkan
1759. Pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum lewat waktu yang telah ditentukan di dalam perjanjian. (KUHPerd. 1269 dst., 1725, 1750 dst., 1763.)
1760. Jika jangka waktu peminjaman tidak ditentukan, maka bila pemberi pinjaman menuntut pengembalian barang pinjaman itu, pengadilan boleh memberikan sekedar kelonggaran kepada peminjam sesudah mempertimbangkan keadaan. (KUHPerd. 1390.)
1761. Jika telah dijanjikan, bahwa peminjam barang atau uang akan mengembalikannya bila ia mampu untuk itu, maka kalau pemberi pinjaman menuntut pengembalian uang atau barang pinjaman itu, pengadilan boleh menentukan waktu pengembalian itu sesudah mempertimbangkan keadaan. (KUHPerd. 1256, 1268.)
1762. Ketentuan pasal 1753 berlaku juga dalam perjanjian pinjam pakai habis. (KUHPerd. 1365 dst., 1504.)
Bagian 3
Kewajiban-kewajiban peminjam
1763. Barangsiapa meminjam suatu barang wajib mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang diperjanjikan. (KUHPerd. 1269 dst., 1392, 1754, 1756, 1759; bdk. S. 1937-585 Ordonansi atas Klausula Emas.)
1764. Jika ia tidak mungkin memenuhi kewajiban itu, maka ia wajib membayar harga barang yang dipinjamnya itu, dengan memperhatikan waktu dan tempat pengembalian barang itu menurut perjanjian. Jika waktu dan tempat tidak diperjanjikan, maka pengembalian harus dilakukan menurut nilai barang pinjaman tersebut pada waktu dan tempat peminjaman. (KUHPerd. 1243 dst., 1250, 1393.)
Bagian 4
Peminjaman dengan bunga
1765. Untuk peminjaman uang atau barang yang habis dalam pemakaian, diperbolehkan membuat syarat bahwa atas pinjaman itu akan dibayar bunga. (KUHPerd. 505, 1250, 1754, 1768, 1975; Rv 344.)
1766. Barangsiapa sudah menerima suatu pinjaman dan telah membayar bunga yang tidak diperjanjikan dahulu, tidak dapat meminta kembali bunga itu dan juga tidak dapat mengurangkannya dari pinjaman pokok, kecuali jika bunga yang telah dibayar itu melampaui jumlah bunga yang ditetapkan dalam undang-undang; dalam hal ini uang kelebihan itu dapat diminta kembali atau dikurangkan dari pinjaman pokok. Pembayaran bunga yang tidak diperjanjikan tidak mewajibkan debitur untuk membayar bunga terus; tetapi bunga yang diperjanjikan wajib dibayar sampai pada saat pengembalian atau penitipan (konsinyasi) uang pinjaman pokok semuanya, walaupun pengembalian atau penitipan uang pinjaman itu dilakukan tatkala sudah lewat waktu pelunasan menurut perjanjian. (KUHPerd. 1359, 1397, 1404 dst., 1768.)
1767. Ada bunga menurut penetapan undang-undang, ada pula yang ditetapkan dalam perjanjian. Bunga menurut undang-undang ialah bunga yang ditentukan oleh undang-undang. Bunga yang ditetapkan dalam perjanjian boleh melampaui bunga menurut undang-undang dalam segala hal yang tidak dilarang undang-undang. (S. 1848-22 jo. S. 1849-63; KUHD 147.) Besarnya bunga yang ditetapkan dalam perjanjian harus dinyatakan secara tertulis. (KUHPerd. 391, 413, 797 dst., 1098, 1250, 1286, 1768, 1780, 1805, 1839, 1975.)
1768. Jika pemberi pinjaman memperjanjikan bunga tanpa menentukan besarnya, maka penerima pinjaman wajib membayar bunga menurut undang-undang. (KUHPerd. 1767.)
1769. Bukti yang menyatakan pembayaran uang pinjaman pokok tanpa menyebutkan sesuatu tentang pembayaran bunga, memberi dugaan bahwa bunganya dilunasi, dan peminjam dibebaskan dari kewajiban untuk membayarnya. (KUHPerd. 1394, 1397, 1438, 1916, 1921.)

 

 

Bab XIV - Bunga tetap atau bunga abadi


1770. Perjanjian bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali. (KUHPerd. 511-2?, 1252, 1394, 975.)
1771. Bunga ini pada hakikatnya dapat diangsur. Hanya kedua belah pihak dapat mengadakan persetujuan bahwa pengangsuran itu tidak boleh dilakukan sebelum lewat waktu tertentu, yang tidak boleh ditetapkan lebih lama dari sepuluh tahun, atau tidak boleh dilakukan sebelum diberitahukan kepada kreditur dengan suatu tenggang waktu, yang sebelumnya telah ditetapkan oleh mereka, tetapi tidak boleh lebih lama dari satu tahun. (KUHPerd. 751 dst., 1269 dst., 1520; Onteig. 404.)
1772. Seseorang yang berutang bunga abadi dapat dipaksa mengembalikan uang pokok: 1?. jika ia tidak membayar apa pun dari bunga yang harus dibayarnya selama dua tahun berturut-turut; (KUHPerd. 1782.) 2?. jika ia lalai memberikan jaminan yang dijanjikan kepada kreditur; (KUHPerd. 1781.) 3?. jika ia dinyatakan pailit atau dalam keadaan benar-benar tidak mampu untuk membayar. (KUHPerd. 1271, 1782, 1843-2?; F. 127.)
1773. Dalam kedua hal pertama yang disebut dalam pasal yang lalu, debitur dapat membebaskan diri dari kewajiban mengembalikan uang pokok, jika dalam waktu dua puluh hari, terhitung mulai ia diperingatkan dengan perantaraan hakim, ia membayar angsuran-angsuran yang sudah harus dibayarnya atau memberikan jaminan yang dijanjikan. (KUHPerd. 1238.)

 

 

 Bab XV - Persetujuan untung-untungan


Bagian 1
Ketentuan umum
1774. (s.d.u. dg. S. 1933-47.jo. S. 1938-2.) Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung-ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Demikianlah: persetujuan pertanggungan; (KUHD 246 dst., 287 dst., 592 dst., 686 dst.) bunga cagak-hidup; (KUHPerd. 1775 dst.) perjudian dan pertaruhan. (KUHPerd. 1788 dst.) Persetujuan yang pertama, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. (KUHPerd. 1253 dst.)
Bagian 2
Persetujuan bunga cagak-hidup dan akibat-akibatnya
1775. Bunga cagak-hidup dapat diadakan dengan suatu persetujuan atas beban, atau dengan suatu akta hibah Bunga cagak-hidup juga dapat diadakan dengan suatu wasiat. (KUHPerd. 511-21?, 764, 918, 922, 960-2?, 1252, 1780, 1975.)
1776. Bunga cagak-hidup dapat diadakan atas diri orang yang memberikan pinjaman, atau atas diri orang yang diberi manfaat dari bunga tersebut, atau pula atas diri seorang pihak ketiga, meskipun orang ini tidak mendapat manfaat daripadanya. (KUHPerd. 1777 dst.)
1777. Bunga cagak-hidup dapat diadakan atas diri satu orang atau lebih. (KUHPerd. 1776 dst.)
1778. Bunga cagak-hidup dapat diadakan untuk seorang pihak ketiga, meskipun uangnya diberikan oleh orang lain. Akan tetapi, dalam hal tersebut, bunga cagak-hidup tidak tunduk pada tata cara penghibahan. (KUHPerd. 1317, 1682.)
1779. Bunga cagak-hidup yang diadakan atas diri seseorang yang meninggal pada hari persetujuan, tidak mempunyai kekuatan hukum. (KUHPerd. 1335, 1774.)
1780. Bunga cagak-hidup dapat diadakan dengan perjanjian sampai sedemikian tinggi menurut kehendak kedua pihak. (KUHPerd. 1767.)
1781. Orang yang atas dirinya diadakan bunga cagak-hidup dengan beban, dapat menuntut pembatalan persetujuan itu, jika debitur tidak memberikan jaminan yang telah dijanjikan. Jika persetujuan dibatalkan, debitur wajib membayar tunggakan bunga yang telah diperjanjikan, sampai pada hari dikembalikannya uang pokok. (KUHPerd. 1266 dst., 1772-2?, 1773.)
1782. Penunggakan pembayaran bunga cagak-hidup tidak memberikan hak kepada penerima bunga untuk meminta kembali uang pokok atau barang yang telah diberikannya untuk dapat menerima bunga itu; ia hanya berhak menuntut debitur membayar bunga yang wajib dibayarnya menyita kekayaannya untuk melunasi utangnya, dan meminta jaminan untuk bunga yang sudah dapat ditagih. (KUHPerd. 1266 dst., 1394, 1722-1?.)

 

 

Bab XVI - Pemberian kuasa


Bagian 1
Sifat pemberian kuasa
1792. Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa. (KUHPerd. 78 dst., 1354 dst., 1549, 1945; KUHD 79 dst.)
1793. Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat di bawah tangan, bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa itu. (KUHPerd. 79, 109, 1171, 1683, 1796, 1874, 1895 dst., 1945; BS. 12, 41; F. 116; Rv. 38, 150, 256, 439, 860.)
1794. Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1021, 1358, 1549, 1801, 1808.) Jika dalam hal yang terakhir upahnya tidak ditentukan dengan tegas, maka penerima kuasa tidak boleh meminta upah yang lebih daripada yang ditentukan dalam pasal 411 untuk wali. (Ov. 80.)
1795. Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa. (KUHPerd. 79, 334, 1683, 1925, 1934, 1945; BS. 12, 41; KUHD 331, 360, 362; F. 116; Rv. 38, 150, 272, 439, 860.)
1796. Pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas. (KUHPerd 115, 1171, 1385, 1405-1?, 1683, 1934; KUHD 362, 365; Rv. 256.)
1797. Penerima kuasa tidak boleh melakukan apa pun yang melampaui kuasanya; kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan suatu perkara secara damai, tidak mengandung hak untuk menggantungkan penyelesaian perkara pada keputusan wasit. (KUHPerd. 1316, 1806, 1851 dst.; Rv. 615 dst.)
1798. Orang-orang perempuan dan anak yang belum dewasa dapat ditunjuk menjadi kuasa; tetapi pemberi kuasa tidaklah berwenang untuk mengajukan suatu tuntutan hukum terhadap anak yang belum dewasa, selain menurut ketentuan-ketentuan umum mengenai perikatan-perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, dan terhadap orang-orang perempuan bersuami yang menerima kuasa tanpa bantuan suami pun ia tidak berwenang untuk mengadakan tuntutan hukum, selain menurut ketentuan-ketentuan Bab V dan VII Buku Kesatu dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini. (KUHPerd. 108 dst., 114 dst., 330, 333, 385 dst., 1006, 1330 dst., 1446, 1813; KUHD 20; Rv. 617.)
1799. Pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang yang dengannya si penerima kuasa telah melakukan perbuatan hukum dalam kedudukannya dan pula dapat mengajukan tuntutan kepadanya untuk memenuhi persetujuan yang telah dibuat. (KUHPerd. 1792 1803; KUHD 78.)
Bagian 2
Kewajiban penerima kuasa
1800. Penerima kuasa, selama kuasanya belum dicabut, wajib melaksanakan kuasanya, dan bertanggung-jawab atas segala biaya, kerugian dan bunga, yang timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa itu. Begitu pula, ia wajib menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu pemberi kuasa meninggal dan dapat menimbulkan kerugian jika tidak segera diselesaikannya. (KUHPerd. 1243, 1245, 1338, 1354 dst., 1470, 1813, 1817, 1819.)
1801. Penerima kuasa tidak hanya bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, melainkan juga atas kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya. Akan tetapi tanggung-jawab atas kelalaian-kelalaian orang yang dengan cuma-cuma menerima kuasa, tidaklah seberat tanggungjawab yang diminta dari orang yang menerima kuasa dengan mendapatkan upah. (KUHPerd. 1235, 1328, 1356, 1707 dst., 1794.)
1802. Penerima kuasa wajib memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukan, serta memberikan perhitungan tentang segala sesuatu yang diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterima itu tidak harus dibayar kepada pemberi kuasa. (KUHPerd. 1805, 1807; Rv. 764 dst.)
1803. Penerima kuasa bertanggungjawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya: 1?. bila tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya; 2?. bila kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya ternyata orang yang tidak cakap atau tidak mampu. Pemberi kuasa senantiasa dianggap telah memberi kuasa kepada penerima kuasanya untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya untuk mengurus barang-barang yang berada di luar wilayah Indonesia atau di luar pulau tempat tinggal pemberi kuasa. Pemberi kuasa, dalam segala hal, dapat secara langsung mengajukan tuntutan kepada orang yang telah ditunjuk oleh penerima kuasa sebagai penggantinya. (KUHPerd. 802, 1367, 1710, 1799; KUHD 89.)
1804. Bila dalam satu akta diangkat beberapa penerima kuasa untuk suatu urusan, maka terhadap mereka tidak terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, kecuali jika hal itu ditentukan dengan tegas dalam akta. (KUHPerd. 1016, 1280, 1282, 1637, 1759, 1793, 1811.)
1805. Penerima kuasa harus membayar bunga atas uang pokok yang dipakainya untuk keperluannya sendiri, terhitung dari saat ia mulai memakai uang itu, begitu pula bunga atas uang yang harus diserahkan pada penutupan perhitungan, terhitung dari saat ia dinyatakan lalai melakukan kuasa. (KUHPerd. 391, 1238, 1243, 1250, 1626, 1718, 1767, 1801, 1810.)
1806. Penerima kuasa yang telah memberitahukan secara sah hal kuasanya kepada orang yang dengannya ia mengadakan suatu persetujuan dalam kedudukan sebagai penerima kuasa, tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di luar batas kuasa itu, kecuali jika ia secara pribadi mengikatkan diri untuk itu. (KUHPerd. 1796.)
Bagian 3
Kewajiban-kewajiban pemberi kuasa
1807. Pemberi kuasa wajib memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa menurut kekuasaan yang telah ia berikan kepadanya. Ia tidak terikat pada apa yang telah dilakukan di luar kekuasaan itu, kecuali jika ia telah menyetujui hal itu secara tegas atau secara diam-diam. (KUHPerd. 1338, 1357, 1792, 1892; KUHD 656.)
1808. Pemberi kuasa wajib mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan oleh penerima kuasa untuk melaksanakan kuasanya, begitu pula membayar upahnya bila tentang hal ini telah diadakan perjanjian. Jika penerima kuasa tidak melakukan suatu kelalaian, maka pemberi kuasa tidak dapat menghindarkan diri dari kewajiban mengembalikan persekot dan biaya serta membayar upah tersebut di atas, sekalipun penerima kuasa tidak berhasil dalam urusannya itu. (KUHPerd. 1357, 1794.)
1809. Begitu pula, pemberi kuasa harus memberikan ganti-rugi kepada penerima kuasa atas kerugian-kerugian yang dideritanya sewaktu menjalankan kuasanya, asal dalam hal itu penerima kuasa tidak bertindak kurang hati-hati. (KUHPerd. 1728.)

 

 

                                  Bab XVII - Penanggung utang


Bagian 1
Sifat penanggungan
1820. Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya. (KUHPerd. 1831; KUHD 65, 129 dst., 202 dst.; Rv. 55-5?.)
1821. Tiada penanggungan, bila tiada perikatan pokok yang sah menurut undang-undang. Akan tetapi orang dapat mengadakan penanggungan dalam suatu perikatan, walaupun perikatan itu dapat dibatalkan dengan sanggahan mengenai diri pribadi debitur, misalnya dalam hal belum cukup umur. (KUHPerd. 1331, 1832-3?, 1847.)
1822. Seorang penanggung tidak dapat mengikatkan diri dalam perjanjian atau dengan syarat-syarat yang lebih berat dari perikatan yang dibuat oleh debitur. Penanggungan dapat diadakan hanya untuk sebagian utang atau dengan mengurangi syarat-syarat yang semestinya. Bila penanggungan diadakan atas jumlah yang melebihi utang atau dengan syarat-syarat yang lebih berat, maka perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan sah, tetapi hanya untuk apa yang telah ditentukan dalam perikatan pokok. (KUHPerd. 1253 dst., 1268 dst., 1824.)
1823. Orang dapat mengangkat diri sebagai penanggung tanpa diminta oleh orang yang mengikatkan diri untuk suatu utang, bahkan juga dapat tanpa setahu orang itu. Orang dapat pula menjadi penanggung, bukan hanya untuk debitur utama, melainkan juga untuk seorang penanggung debitur utama itu. (KUHPerd. 1316 dst., 1354, 1382, 1839; Rv. 55-5?.)
1824. Penanggungan tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dinyatakan secara tegas; penanggungan itu tidak dapat diperluas hingga melebihi ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat sewaktu mengadakannya. (KUHPerd. 1574, 1822; KUHD 129 dst., 202 dst.)
1825. Penanggungan yang tak terbatas untuk suatu perikatan pokok, meliputi segala akibat utangnya, bahkan juga biaya-biaya gugatan yang diajukan terhadap debitur utama dan segala biaya yang dikeluarkan setelah penanggung utang diperingatkan tentang itu. (KUHPerd. 1243, 1250; Rv. 58.)

 

 

 

                                          Bab XVIII - Perdamaian


1851. Perdamaian ialah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. (s.d.u. dg. S. 1925-525.) Persetujuan ini hanya mempunyai kekuatan hukum, bila dibuat secara tertulis. (KUHPerd. 407, 1117, 1796 dst., 1859, 1895; F. 100; Rv. 31, 325, 615.)
1852. Untuk dapat mengadakan suatu perdamaian, seseorang harus berwenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang termaktub dalam perdamaian itu. Para wali dan pengampu tidak dapat mengadakan suatu perdamaian, kecuali jika mereka bertindak menurut ketentuan-ketentuan dari Bab XV dan XVII dalam Buku Kesatu Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini. Kepala-kepala daerah yang bertindak demikian, begitu pula lembaga-lembaga umum, tidak dapat mengadakan suatu perdamaian selain dengan mengindahkan tata cara yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaannya. (KUHPerd. 407, 412, 452, 1795 dst.; Rv. 31.)
1853. Perdamaian dapat diadakan mengenai kepentingan keperdataan yang timbul dari suatu kejahatan atau pelanggaran. Dalam hal ini, perdamaian sekali-kali tidak menghalangi pihak kejaksaan untuk menuntut kejahatan atau pelanggaran yang bersangkutan. (AB. 23, 25, 28, 30; KUHPerd. 1356 dst.; Sv. 10.)
1854. Setiap perdamaian hanya menyangkut soal yang termaktub di dalamnya; pelepasan segala hak dan tuntutan yang dituliskan di situ harus diartikan sepanjang hak-hak dan tuntutan-tuntutan itu berhubungan dengan perselisihan yang menjadi sebab perdamaian tersebut. (KUHPerd. 1350.)
1855. Setiap perdamaian hanya mengakhiri perselisihan-perselisihan yang termaktub di dalamnya, entah para pihak merumuskan maksud mereka secara khusus atau umum, entah maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak dari apa yang tertulis itu. (KUHPerd. 1257, 1343 dst.)
1856. Bila seseorang mengadakan suatu perdamaian mengenai suatu hak yang diperolehnya atas usahanya sendiri, dan kemudian memperoleh hak yang sama dari orang lain, maka hak yang baru ini tidak mempunyai ikatan dengan perdamaian itu. (KUHPerd. 833, 955.)
1857. Suatu perdamaian yang diadakan oleh salah seorang yang berkepentingan, tidak mengikat orang-orang lain yang berkepentingan, dan tidak pula dapat diajukan oleh mereka untuk memperoleh hak-hak daripadanya. (KUHPerd, 1340, 1937 dst.)
1858. Di antara pihak-pihak yang bersangkutan, suatu perdamaian mempunyai kekuatan seperti suatu keputusan hakim pada tingkat akhir. Perdamaian itu tidak dapat dibantah dengan alasan bahwa terjadi kekeliruan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan. (KUHPerd. 1117, 1338, 1450; Rv. 136-2?.)
1859. Namun perdamaian dapat dibatalkan bila telah terjadi suatu kekeliruan mengenai orang yang bersangkutan atau pokok perselisihan. Perdamaian dapat dibatalkan dalam segala hal, bila telah dilakukan penipuan atau paksaan. (KUHPerd. 1112, 1117, 1322 dst., 1328, 1449, 1862 dst.)
1860. Begitu pula pembatalan suatu perdamaian dapat diminta, jika perdamaian itu diadakan karena kekeliruan mengenai duduknya perkara tentang suatu alas-hak yang batal, kecuali bila para pihak telah mengadakan perdamaian tentang kebatalan itu dengan pernyataan tegas. (KUHPerd. 1858 dst., 1892, 1894.)
1861. Suatu perdamaian yang diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu, batal sama sekali. (Rv. 148 dst.)
1862. Perdamaian mengenai sengketa yang sudah diakhiri dengan suatu keputusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, namun tidak diketahui oleh kedua pihak atau salah satu, adalah batal. Jika keputusan yang tidak diketahui itu masih dapat dimintakan banding, maka perdamaian mengenai sengketa yang bersangkutan adalah sah. (KUHperd. 1859; Rv. 83 dst., 327 dst., 378 dst., 385 dst., 402 dst.)
1863. Jika kedua pihak telah membuat perdamaian tentang segala sesuatu yang berlaku di antara mereka, maka adanya surat-surat yang pada waktu itu tidak diketahui tetapi kemudian ditemukan, tidak dapat menjadi alasan untuk membatalkan perdamaian itu, kecuali bila surat-surat itu telah sengaja disembunyikan oleh salah satu pihak. Akan tetapi perdamaian adalah batal bila perdamaian itu hanya mengenai satu urusan sedangkan dari surat-surat yang ditemukan kemudian ternyata bahwa salah satu pihak sama sekali tidak berhak atas hal itu. (KUHPerd. 1851, 1859; Rv. 385.)
1864. Dalam suatu perdamaian, suatu kekeliruan dalam hal menghitung harus diperbaiki.